Sabtu, 30 Mei 2020

Berterimakasih Kepada Pandemi


Berterimakasih Kepada Pandemi; Akhirnya Kita Mengerti Betapa Memuakkannya Domestifikasi Kerja Perempuan.

Ikhlasy A.Marhami - Sosiologi UH 2017

Munculnya pandemi di Negeri kita beberapa bulan terakhir ini,  sedikit banyak, berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Baik secara sosio-ekonomi, sosio-kultural, sosio-politik atau aspek-aspek lainnya. Misalnya, bagaimana pandemi mempengaruhi pola produksi dan konsumsi barang dan jasa pada masyarakat kita, atau bagaimana pandemi mengubah cara pelaksanaan ritus-ritus keagaamaan di negara kita. Atau bagaimana pandemi ini, mengubah persepsi masyarakat atas negara. Singkatnya munculnya pandemi berpengaruh pada pola interaksi sehari-hari kita.

Namun tulisan ini, tidak akan berbicara hal-hal berat dan rumit seperti demikian. Tulisan ini tidak akan berusaha menjelaskan alasan mengapa Presiden kita, Jokowi, bisa patuh mangut-mangut dihadapan Lord Luhut. Atau mengapa kebijakan mengatasi pandemi antara satu kementrian dengan kementrian yang lain bisa saling bertentangan satu sama lain. Atau kenapa bisa, Jerinx, yang tatoan itu, bisa percaya dengan teori konspirasi. Sekali lagi maaf, tulisan in tak akan berusaha menjawab hal rumit seperti yang demikian. Sebab bahasan yang  demikian, akan terlalu berat, untuk otak hamba ini, yang hanya mendapatkan nilai E dalam mata kuliah matematika ekonomi.

Oleh sebab itu, tulisan ini hanya akan mengetengahkan hal yang sederhana. Hal yang dekat dengan kehidupan kita, namun biasa luput dan terabaikan dari pandangan, (seperti pengorbananku dihadapan doi,haks).  Tulisan ini hanya akan mengetengahkan tentang perempuan, yang jauh sebelum kita mengenal corona, ternyata sudah lama ‘dirumah saja’-kan.

Kata ‘dirumah saja’, merupakan kata yang sudah tidak asing ditelinga kita, setidaknya untuk beberapa bulan belakangan ini. Kata ini sering kita dengar, baik ditelevisi, media sosial, media cetak, maupun keluar dari mulut orang-orang terdekat kita.‘Dirumah saja’ merupakan ajakan untuk meminimalisir terjadinya kontak langsung dengan orang lain, juga untuk menghindari terciptanya kerumunan. Tujuannya adalah mengantisipasi penularan dan guna untuk memotong rantai penyebaran virus, yang kian hari kian meningkat.

Barangkali diawal, sebagian dari kita merasa senang dengan ajakan dirumah saja. Sebab dirumah saja berarti bisa rebahan sepuasnya, tidak harus bermacet-macetan ke kampus atau ketempat kerja. Namun, seiring berjalannya waktu, kita semua mulai sadar bahwa dirumah saja  dalam jangka waktu yang panjang adalah membosankan, bahkan pada tingkatan tertentu, kondisi ini bisa mempengaruhi kondisi psikologis kita. Mungkin karena itu pula, beberapa kampus bahkan menyediakan layanan konsultasi psikologi gratis untuk masyarakat saat pandemi.

Namun, jutaan orang bahkan tidak menyadari (meminjam istilah Budi Setiawan dalam iklan Binomo),  bahwa aktivitas di rumah saja untuk sebagian besar perempuan, merupakan aktivitas yang sudah lama terjadi, bahkan sebelum pandemi menyerang. Konon katanya aktivitas ini sudah berusia beribu-ribu tahun, melewati sekian purnama. Aktivitas yang sudah melewati sekian purnama ini, dalam istilah yang lain, dibilangkan sebagai domestifikasi kerja perempuan.

Domestifikasi kerja perempuan sendiri bisa dimaknai sebagai pembagian kerja secara seksual, dimana tugas perempuan adalah mengurus rana domestik (dapur, sumur, dan kasur).   Domestifikasi ini lahir dari pandangan yang menganggap bahwa peremuan tidak bisa memimpin, mengambil keputusan penting, mengemban tugas-tugas besar, mencari nafkah, menjadi pelindung, tidak mampu berpartisipasi dalam membangunan negara, serta berkontribusi dalam sektor publik yang lebih luas  (Gita Murnaisi, dkk, 2018). Karena ketidak mampuan perempuan mengurusi sektor publik tersebut, maka sektor publik diserahkan pada laki-laki yang dianggap lebih mampu; lebih bisa melindungi, mengambil keputusan penting, memimpin, dsb. Karenanya dalam sistem  yang demikian, perempuan ‘dipaksa’ untuk di rumah saja, guna mengurusi sektor domestik.

Konon domestifikasi kerja terhadap perempuan ini sudah berlangsung begitu lama. Arief Budiman (1980) mengatakan, bahwa Angels dalam karyanya The Origin Of The Family, Private Proverty and The State, beranggapan bahwa domestifikasi kerja ini sudah ada sejak dimulainya peradaban manusia. Mengacu pada perkembangan masyarakat menurut Karl Marx, Angels melacak domestifikasi kerja perempuan ini sudah ada sejak zaman berburu dan meramu,  yang oleh Marx dibilangkan sebagai  komunal-primitive.

Masyarakat pada zaman tersebut, untuk kelangsungan hidup maka kerja harus dibagi dalam dua bentuk, yakni berburu dan meramu makanan. Laki-laki diserahi tugas untuk berburu dan perempuan meramu makanan. Namun mengapa perempuan yang diserahi tugas untuk meramu makanan?. Sebab nyawa perempuan pada masa itu lebih penting daripada laki-laki. Arief Budiman mendaku bahwa pekerjaan berburu diserahkan kepada laki-laki, sebab berburu lebih berbahaya daripada mencari makanan. Nyawa pemburu bisa hilang setiap saat, dibunuh oleh binatang-binatang buas, atau oleh orang-orang yang menjadi musuh kelompok mereka. Karenanya pada masa itu nyawa wanita lebih penting daripada nyawa seorang laki-laki.

Lebih lanjut, Arief Budiman menambahkan, bahwa Ernestine Friedel, seorang Antropolog, beranggapan bahwa nyawa perempuan lebih penting dari laki-laki pada zaman itu, dikarenankan  bahwa pada masyrakat primitif seperti itu manusia masih hidup dengan mengembara dalam kelompok-kelompok kecil, karenanya bahaya yang paling besar adalah musnahnya kelompok tersebut, karena anggota kelompok mati satu-satu. Oleh sebab itu, jumlah kelompok harus diperbesar dengan melahirkan bayi-bayi baru.

Pada masyarakat seperti ini belum terjadi ekploitasi yang disebabkan oleh pembagian kerja secara seksual antara laki-laki dan perempuan, sebab memang sifat pembagian kerja itu timbal balik. Dalam artian, bahwa masing-masing pihak mendapatkan keuntungan dari adanya pembagian kerja ini, juga karena  tidak ada kaum yang berkuasa dan mendapatkan keuntungan materil karena posisinya.

Barulah pada perkembangan masyarakat selanjutnya domestikasi kerja perempuan bersifat ekploitatif. Zaman yang dalam perkembangan masyarakat menurut Marx, disebut sebagai zaman perbudakan. Pada zaman ini teknologi sudah mulai berkembang. Jika pada komunal-primitive masyarakat  berpindah-pindah tempat untuk mencari makanan, pada zaman perbudakan ini manusia sudah mengenal bercocok tanam dan bertani, sehinga manusia tidak lagi harus berpindah tempat untuk mencari makanan. Karenanya pada zaman ini akumulasi kekayaan atau kepemilikan pribadi mulai dikenal dan memungkinkan untuk terjadi.

Karena pembagian kerja pada tahapan komunal-primitive, laki-laki yang diserahi untuk mengurus alat-alat produksi, maka pada zaman perbudakan ini, laki-laki dapat mengumpulkan kekayaan melalui beternak dan bertani. Pengumpulan kekayaan ini yang kemudian digunakan oleh kaum laki laki untuk mondominasi kaum perempuan.  Kondisi yang demikian dibilangkan oleh Angels sebagai kekalahan terbesar kaum perempuan dalam sejarah umat manusia.

Implikasi dari kekelahan tersebut ialah perempuan kehilangan kemandiriannya. Terutama dalam masyarakat kapitalistik, dimana kerja dilihat bukan hanya memiliki nilai guna semata, melainkan juga harus punya nilai tukar. Karenanya kerja yang hanya menghasilkan nilai guna semata dan tidak menghasilkan niali tukar (tidak menghasilkan uang),  dianggap bukan kerja produktif, atau lebih parah, dianggap bukan kerja itu sendiri. Karena kerja domsetik perempuan tersebut tidak menghasilkan nilai tukar, dianggap bukan kerja karena tidak produktif, maka kerja perempuan tidak dianggap atau tidak terlihat. Dampak dari kerja perempuan yang ‘tidak terlihat’ itu, adalahperempuan kemudian bergantung kepada laki-laki secara ekonomis.

Lebih lanjut, dampak dari domestifikasi kerja perempuan ini tidak hanya  menyebabkan hilangnya kemandirian perempuan, terutama dalam ekonomi, namun juga menyebabkan pengerdilan potensi perempuan sebagai manusia. Wanita  seakan-akan dipenjarakan di suatu dunia yang tidak merangsang perkembangan kepribadiannya, sebab mereka hanya mengerjakan pekerjaan yang itu-itu saja setiap hari, diulang jutaan kali. Teman-temannya serba terbatas, dan hidupnya kebanyakan dilewati bersama anak-anaknya (Arief Budiman,1980: 5).

Domestifikasi kerja yang membuat perempuan tegantung secara ekonomis kepada laki-laki dan potensinya dikerdilkan, adalah kerja yang bukan hanya memberi beban cecara fisik, namun juga menekan psikis. Kondisi kerja yang demikian adalah kerja yang sangat berat lagi merugikan bagi perempuan. Lantas masih pantaskah kita memandang kerja domestik yang sekarang dilakoni perempuan sebagai sesuatu yang remeh-temeh, cetek, mudah dan tidak memerlukan tenaga yang besar, sehingaa selalu dipandang sebelah mata?.

Jika berdiam diri dirumah seperti yang kita lakukan sekarang ini sudah membuat kita bosan dan tertekan, bisakah kita membayangkan bagimana kebosanan dan tekanan yang dirasakan perempuan yang hampir semua masa hidupnya di habiskan dirumah?.  Jika berdiam diri dirumah seperti sekarang ini kita sebut membosankan, lantas kata apa yang bisa dipakai untuk menggambarkan perasaan jenuh perempuan yang terpapar domestifikasi kerja?.  Memuakkan.

Oleh sebab, terlepas dari banyaknya nyawa saudara kita yang melayang karena pandemi ini (tentu kita semua berduka mengenai itu). Penulis beranggapan, bahwa kita juga musti banyak mengucap teimakasih pada pandemi ini, sebab berkatnya kita bisa lebih mengerti lagi bagaimana memuakkannya domsetifikasi kerja yang dialami perempuan.

Kamis, 28 Mei 2020

Pembodohan Yang Bahagia


PEMBODOHAN YANG BAHAGIA

Nurfadillah Anton-HTN 18

 
Kaum perempuan yang amnesia akan berfikir, mereka tidak sadar  bahwa tindakan mereka untuk mempercantik diri merupakan salah satu bentuk kesengsaraan perempuan, mereka cantik untuk siapa? Pastinya untuk laki-laki. Lantas kaum perempuan dapat apa? Pujian? Pujian bukan berarti tolak ukur kecantikan. Selain memenuhi kantong mata lelaki dengan polesan cantik diwajahmu, ini juga memperkaya dan mengsukseskan produk kapitalis. Kebutuhan perempuan untuk kaum kapitalis, begitu lah yang terjadi di era 4.0 ini. Kelemahan kaum perempuan ada pada telinganya, apabila mereka dituntun dengan retorika cinta, mereka pasti merasakan kebahagiaan diatas segalanya. Selalu saja perempuan dikatakan lemah, cengeng dan cepat baper, serta paling parah lagi perempuan dianggap dialah penyebab dari reproduksi anak tanpa ikatan suci itu yang menyebabkan kodrat dalam rekontruksi masyarakat perempuan itu dianggap sampah, katakan saja bahwa perempuan itu penyebabnya, kira-kira seperti itu yahh.

Ini suatu pembodohan yang sangat dihinakan, perempuan merasa bahagia jika dilirik kaum laki-laki tanpa mereka sadari laki-laki melirik kalian karena produk kecantikan yang kalian pakai, buat apa cantik kalau nyatanya laki-laki tidak puas dengan 1 wanita, buat apa cantik kalau nyatanya laki-laki pembohong, laki-laki yang sejujurnya yang tidak pernah membohongimu adalah ayahmu. Berhenti bahagia jika itu mengsensarakan kalian. Betapa teraniayanya kaum perempuan ini, lain lagi jika mereka sudah berumah tangga, mereka hanya didomestikkan pada sumur, dapur dan kasur bahkan juga kadang mereka dianggap sebagai pemenuhan seksualitas bahkan istripun bisa menjadi budak. Sifat bodoh jangan dipelihara, seharusnya prinsip ini ditanamkan seorang perempuan. Kebanyakan perempuan hancur karena perasaan, jangan kau gadaikan mutiaramu dengan senjata busuk yang dibungkus dengan kata-kata cinta.

Pembodohan namun terasa bahagia. perempuan yang bodoh adalah ketika dalam keadaan bahagia namun kita tidak tahu bahwa kita di bodohi oleh kecantikan dan lupa akan derajat perempuan. Itulah yang bisa saya defenisikan tentang kebodohan perempuan untuk mempercantik diri namun lupa akan nalar kritisnya. Ingat bahwa tuhan menciptakan khalifah dan di berikan akal untuk menalar. Jangan kotori akal mu dengan kebodohan formalitas kecantikan kapitalis. Jika warna putih di lambangkan dengan kesucian, dan perempuan di lambangkan dengan perasaan, maka saya mengatakan bahwa kita adalah khalifah yang bisa lebih kuat di banding laki-laki dan bisa lebih haram dari pada minuman khamar.

Cinta harus berbanding lurus dengan nalar kritis, melawan juga harus menawan. Jangan selalu mau dihinakan dengan perasaan yang mewakili. Bolehkah perempuan bertindak sebagaimana novel yang berjudul AKU LUPA BAHWA AKU PEREMPUAN?, novel ini lepas dari kata pembodohan.



Sabtu, 23 Mei 2020

BUCOK : DENGAN SEGALA KEARIFAN LOKALNYA

Sahrul Ramadan - Akuntansi 017

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum, agar kamu bertakwa" (Q.S Al-Baqarah: 183). Anjay, udah mirip ustad yang sering nongol di Tv aja.

Dari 12 nama bulan dalam kalender masehi, bulan Desember adalah bulan yang penuh makna dan sarat akan arti. Eh, itukan bulan waktu saya ditendang keluar dari rahim mamak saya, hahaha. Dalam tahun hijriah, bulan ramadhan adalah salah satu bulan yang banyak dinantikan oleh seluruh umat islam diseluruh pelosok di dunia, tak terkecuali negara ini. Euforia semangat menyambut ramadhan dirasakan seluruh kalangan, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga lansia. Semuanya sama-sama menyambut dengan penuh rasa suka cita. Ohhh iyaa, kalau mau lihat keadaan umat islam yang ada di negara ini, saya sarankan datang di saat bulan ramadhan. Dimana rumah-rumah tuhan yang diberi nama mesjid, pada ramai loh.

Selaku orang yang terlahir dari rahim penganut agama moneteisme, saya tentunya merasa senang dong dengan kehadiran bulan ini, dikarenakan amal pahala ibadah dilipat gandakan, yang tentunya banyak orang yang tergiur dan pada berlomba-lomba mengerjakan kebajikan, mengisi rumah-rumah tuhan, lantunan ayat suci al-Qur’an dan lagu religius dilantunkan dan diperdengarkan dimana-mana. Apa lagi ada yang disebut dengan malam lailatul Qadr (malam seribu bulan). Kalau tidak salah penjelasan mengenai malam ini tercantum jelas dalam drama kosmik kitab suci al-Quran. Mau ditanya lagi nih, nama suratnya apa? hmmm,,, dasar islam KTP, ngakunya Islam tulen, ngaji aja masih gitu, malu dong sama saya hehehe.

Dalam bulan yang penuh berkah ini, hal yang paling saya sukai dan mungkin menjadi perwakilan dari teman-teman adalah tersedianya beraneka ragam jenis makanan yang dijajakan dipinggir jalan. Sekarang masih ada gak ya? kan disuruh stay di rumah! ingat, jangan nakal!!! Patuhi protokol pemerintah.

Tapi seenak-enaknya makanan adalah masakan mamak di rumah, Mulai dari pisang ijo, bubur kacang ijo, pallu butung, pisang peppe, jalang kote, burger, pizza, krabby patty, es buah, cendolo. ehh jadi laparrr.... intinya udah kayak ala-ala Master chef deh, tiap hari beda menu heheh. Mak, bentar menu pakbukanya apa lagi??

Anjuran tuk mengerjakan puasa pada bulan ramadhan, sudah menjadi syarat yang jelas dalam rukun islam; Mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan solat, berpuasa pada bulan ramadhan, menunaikan zakat, dan naik haji bagi orang yang mampu. Haha, untung saja masih ingat.

Saya pernah mendengarkan sebuah ceramah, tauziah, pidato, entah apa namanya didalam sebuah chanel Tv swasta, yang mengatakan puasa bukan hanya sekedar menahan makan, minum dan hawa nafsu. Akan, tetapi lebih dari sekedar itu. Berpuasa mengajarkan kita arti dari sebuah cinta, kasih dan sayang terhadap sesama manusia, tidak ada manusia di atas manusia lainnya, karena pada saat itu kita semua dalam posisi yang setara, kaum bourjois maupun kaum proletariat dalam kelas Marx, kaum kaya dan si miskin, wajib mengerjakan puasa! lah, emang si miskin tetap diwajibkan berpuasa?

Menuntut kesetaraan, tidak ada manusia dia atas manusia lainnya, agar si kaya bisa merasakan apa yang dirasakan si miskin, menahan lapar yang dimulai sejak terbitnya matahari hingga kembali terbenanam di ufuk barat. Lah, kalau memang esensi  puasa yang dimaksudnya supaya si kaya dapat merasakan derita si miskin, kan sifatnya cuman sementara! beduk berbunyi, menandakan penderitaan menahan lapar seharian terbayarkan. Nah, tuk apa si miskin tetap diwajibkan puasa? mau ngerasaiin apa yang dirasakan si miskin lainnya? kan dia udah miskin, sudah banyak melewati hari-hari tanpa sesuap nasi didalam perut?

Berpuasalah bagi orang yang mampu! Tuhan Maha Adil lagi Maha Pengertian, tak memberatkan hambanya dalam segala hal. Saya mungkin termasuk dari salah satu "Berpuasalah bagi orang yang mampu" itu, dan teman-teman mahasiswa adalah sebagian kecil korban dari mantra ajaib tersebut. Untuk orang yang sedang berada jauh yang namanya sebuah rumah, sering kami merasa sedih sendiri, memikirkan, meratapi, dan merenungi tentang apa itu arti sebuah rumah. Ya, sebuah tempat tuk kembali, tempat mecurahkan keluh kesah, kejamnya dunia kampus, kehidupan yang biasa diselipi arti sebuah rasa dan cinta. Kok, malah curhat ya..

Bucok sebuah kata yang diodopsi dari bahasa Makassar kuno yang berarti "Buka cokko-cokko" yang bilamana diterjemahkan dalan bahasa Indonesia yang berarti "berbuka secara sembunyi-sembunyi", yang sekarang dijadikan sebagai istilah anak kekinian. Sejarah kelahiran bucok tidak terlepas dari mereka yang tak sanggup menahan banyak godaan. Siapapun engkau wahai tauladan kami, saya sangat berterima kasih banyak, berkat engkau kami bisa menikmati puasa ini tanpa merasakan kelaparan, terpujilah engkau.

Ajakan bucok selalu menghantui kami. Saya satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya bahwa setan beserta para sepupu-sepupunya sedang dalam masa karantina. Buktinya masih banyak setan yang nyata berkeliaran jam 12 siang keatas dengan ajakan bucoknya. Tentunya saya selaku orang yang dikenal sebagai orang yang terbuka, tidak sombong, menerima saja dengan senang hati ajakan setan nyata itu, heheh...

Puasa dan tingkah laku harus selalu selaras dengan nilai kemanusiaan (hablumminallah wa hablumminannas), dalam artian disamping orientasi kita ke yang diatas (Tuhan), kita juga menjaga kerukunan dan keberlangsungan hidup kita sesama manusia.  Ditengah pandemi saat ini, yang secara tak kenal yang namanya waktu, keadaan dan kondisi, menghantam tubuh ibu pertiwi tanpa kata ampun. Pembatasan ruang-ruang gerak diluar rumah, tak menyurutkan semangat berbagi kebahagian kesesama manusia lainnya. Mari ciptakan senyum-senyum kecil di wajah mereka, dan selamat menanti waktu berbuka puasa.

Jumat, 22 Mei 2020

BAGAIMANA FLEKSIBILITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DI INDONESIA SAAT INI?

BAGAIMANA FLEKSIBILITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DI INDONESIA SAAT INI?

Dian Magfira-Akuntansi 019

Saat ini masyarakat kembali dikejutkan oleh isu terhadap kebijakan Pemerintah RI terkait kenaikan tarif BPJS kesehatan yang terbit pada selasa (12/5/20) lalu, yang berlangsung di tengah merebaknya Pandemi Covid-19.

Sebelumnya Pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan tarif BPJS yang tertuang dalam "Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, kebijakan tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung. "Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung secara tegas membatalkan isi Pasal 4 ayat (1) dan (2) tentang  kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan".

Tak lama setelah kebijakan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung, pemerintah kembali menerbitkan " Peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan". Isi Perpres tersebut adalah kenaikan iuran BPJS kesehatan mulai Juli 2020.

Sepertinya pemerintah saat ini tidak melihat kondisi masyarakat akibat Pandemi Covid-19. Masyarakat kini mengalami krisis ekonomi ditambah lagi isu kenaikan tarif BPJS kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Menurut saya "Seharusnya pemerintah fokus dalam penanganan kasus Covid-19 yang menjadi beban masyarakat saat ini, tapi pemerintah malah sebaliknya, mengeluarkan suatu kebijakan yang sebenarnya telah menambah beban masyarakat oleh Peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2020".

Tidak hanya sampai pada persoalan BPJS kesehatan, saat ini pemerintah kembali menetapkan kebijakan yang dianggap kurang transparan dalam pembahasannya yaitu  Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada sidang Paripurna DPR-RI lalu, Selasa (12/5/2020).

Ada Beberapa Pasal yang tertuang dalam RUU Minerba yang menuai polemik dalam masyarakat yang akan saya bahas, dua diantaranya adalah Pertama Pasal 169A yang mengatur tentang perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), sebagaimana yang dimaksud pada pasal tersebut diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)  sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian. Dengan adanya aturan tersebut, pengusaha tambang dapat memperpanjang KK dan PKP2B tanpa perlu melakukan prosesi lelang, pemegang KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), masing-masing paling lama selama 10 tahun.

Sehingga dengan adanya jaminan perizinan tersebut akan banyak korporasi yang akan melakukan perpanjangan perizinan yang baru. Salah satunya adalah PT Adaro yang akan melakukan perpanjang di awal tahun, selama 20 tahun kedepan dan itu merupakan haknya karna sesuai dengan UU Minerba yang baru.

Oleh sebab itu saya menganggap bahwa "UU Minerba yang baru ini lebih menguntungkan pada satu pihak saja, tanpa mengakomodasi sedikitpun dampak operasi pertambangan bagi lingkungan dan masyarakat. Sehingga degradasi alam terus terjadi dan memberikan peluang bagi perusahaan untuk tidak menyelesaikan reklamasi dari hasil penggalian lubang Batubara".

Kedua, pasal 162 dan 164 UU Minerba  dianggap dapat mengkriminalisasikan masyarakat yang melakukan penolakan terhadap kegiatan pertambangan. Pasal 162 menyatakan bahwa "setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan pertambangan dari pemegang IUP,IUPK dan IPR yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah). Sedangkan pada pasal 164 mengatur tentang penambahan sanksi tambahan bagi orang yang dimaksud dalam Pasal 162.

Sedikit kita menyinggung tentang penghapusan Pasal 165 Minerba, yang mengatur dan membahas mengenai sanksi bagi pihak yang memberikan IUP,IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba. Artinya rancangan ini lagi-lagi membuka peluang timbulnya tindakan Korupsi dalam proses pengeluaran perizinan, karena Undang-Undang tentang pemberian sanksi itu kemudian dinegasikan. Dimana pada UU Minerba yang lama mengatur tentang pemberian sanksi yaitu di penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) dan Pasal ini juga dapat mencegah terjadinya tindakan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme(KKN) dalam hal perizinan.

Jadi jelas bahwasanya " RUU Minerba yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) sangat tidak wajar, apalagi proses penyelesaiannya terbilang cepat dan di samping itu banyak menuai polemik serta mengakomodasi kepentingan korporasi yang akan beroperasi di Indonesia.

Oleh karna itu, saya menganggap bahwa "Di tengah Pandemi Covid-19 yang menjadi persoalan umum saat ini,  dimana kebijakan  pemerintah serta kontribusi ekonomi itu sangat dibutuhkan bagi kalangan masyarakat, khususnya kalang tidak mampu/ yang membutuhkan. Namun saat ini saya melihat bahwa pemerintah kurang bijak dalam mengatasi kasus ini, dikarenakan banyak kontribusi yang dibagikan oleh pemerintah daerah itu tidak merata, seharusnya inilah yang kemudian menjadi suatu persoalan yang harus ditangani oleh pemerintah. Tapi, saat ini pemerintah malah sibuk-sibuknya menyelesaikan pembahasan dan mensahkan suatu Rancangan Undang-Undang yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan beban bagi kalangan masyarakat luas.

Apakah pemerintah memanfaatkan situasi saat ini dalam upaya mensahkan RUU? ataukah pemerintah ingin agar  pembahasan ini dilakukan secara tertutup? agar proses pembahasan RUU  itu kemudian tidak menuai hambatan atau demonstrasi dari beberapa kalangan, utamanya kalangan mahasiswa, sehingga pemerintah dapat mengakomodasi kepentingan perusahaan dan menetapkan kebijakan yang membebani masyarakat.

Selasa, 19 Mei 2020

Menjaga Daya Tahan Tubuh


MENJAGA DAYA TAHAN TUBUH


R Nur Mutiah Adawiah - Kesehatan Masyarakat 017

Ramadhan kali ini terasa berbeda dari bulan Ramadhan di tahun-tahun kemarin. Ini disebabkan karena munculnya  Virus Corona atau yang biasa disebut Covid-19 yang mewabah di negara kita bahkan di seluruh dunia.

Yang perlu menjadi catatan bahwa Virus Corona ini muncul dengan penularan yang sangat cepat, tetapi saat ini belum memiliki vaksin untuk mencegahnya.

Untuk melindungi diri kita dari Covid-19, masyarakat di seluruh dunia telah melakukan langkah pencegahan dasar. Sebut saja, dengan tetap tinggal di rumah, menjaga jarak dari orang lain serta rutin mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Selain langkah pencegahan utama tadi, satu hal yang paling penting juga yaitu menjaga sistem imun atau daya tahan tubuh kita agar tetap sehat.

Adapun beberapa cara untuk melindungi sistem kekebalan tubuh kita agar tetap fit. Cara pertama adalah memenuhi kebutuhan tidur agar tetap cukup. National Sleep Foundation (NSF) menyebutkan orang dewasa perlu mencukupkan tidur minimal 7-9 jam dalam satu hari. Ia juga menyebutkan bahwa saat kita tidur tubuh melepaskan protein Sitokin saat kita tidur, dimana sitokin tersebut sangat berperan dalam sistem imun manusia. Adapun di bulan ramadhan ini baiknya kita tidur setelah melaksanakan shalat tarawih dan hindari kebiasaan begadang.

Selain tidur yang cukup, kita dituntun juga untuk mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi. Menurut Ahli gizi Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. bahwa pada kebanyakan orang yang berpuasa, jam makan menjadi lebih pendek dibandingkan waktu tidak berpuasa dan mereka juga memiliki kecenderungan memilih makanan dan minuman yang manis, menyebabkan kesempatan untuk memenuhi zat gizi terkait imunitas menjadi berkurang. “Agar kekebalan tubuh terjaga, kita perlu konsumsi vitamin dan mineral melalui makanan yang sehat dan berimbang setiap harinya” katanya.

Tak hanya itu, makanan yang mengandung protein rendah lemak maupun lemak sedang dianjurkan dikonsumsi saat makan malam maupun sahur. Kita juga bisa menambahkan susu hangat saat menjelang imsak.

Buah-buahan dan sayuran juga sangat penting untuk menjaga sistem imun kita. Utamakan buah berserat tinggi dan mengonsumsi sayuran di dua kali waktu makan yaitu makan malam dan saat sahur. Kemudian makanan yang harus dikurangi untuk menjaga sistem imun adalah makanan yang mengandung lemak dan makanan siap saji yang banyak mengandung zat kimia.

Tips selanjutnya adalah olahraga di rumah. Menurut Sport Medicine Specialist, Dr. Andhika Raspati, Sp.KO mengatakan bahwa 3 waktu pas dalam berolahraga saat puasa yaitu setelah sahur, menjelang berbuka dan setelah berbuka. Kita bisa memilih salah satu waktu berolahraga untuk tetap menjaga daya tahan tubuh kita untuk melindungi diri dari Covid-19 di bulan Ramadhan ini.

Adapun berolahraga yang paling dianjurkan oleh dr. Andika yaitu setelah berbuka. Karena pada saat ini tubuh telah memiliki energi untuk berolahraga dan mengurasi resiko dehidrasi. Tetapi berolahraga saat setelah berbuka juga memiliki resiko jadi dianjurkan untuk berolahraga 2 jam setelah berbuka puasa.

Mengontrol stress juga salah satu cara untuk menjaga sistem kekebalan tubuh manusia. Misalnya jika kita stress memikirkan masalah Covid-19 maka akan memicu ketidakseimbangan fungsi sel imun dan berakibat rentannya kita terkena Covid-19. Adapun cara untuk mengontrol strees yaitu selalu berfikir positif, lakukan aktivitas yang bermanfaat serta tetap produktif dan kreatif dalam melakukan pekerjaan ataupun hobi kita.

Selain tips di atas, berjemur di bawah sinar matahari juga bisa menjadi cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan UGM, Prof.dr. Madarina Julia, sp.A(K),PPH.,Ph.D., mengatakan bahwa tubuh manusia memerlukan Vitamin D untuk menjaga sistem imun yang dapat kita peroleh dengan berjemur di bawah sinar matahari. Adapun “waktu yang dianjurkan saat berjemur sekitar 10 sampai 15 menit, dengan waktu berjemur antara pukul 10.00 sampai 15.00” jelasnya.

Jumat, 15 Mei 2020

LABIRIN RINDU

Labirin Rindu
Karya : Isdayanti

Labirin Rindu tidak akan goyah karena kata
Melainkan pertemuan berpeluk rasa
Labirin Rindu bertembok jarak dan waktu
Berisi tangis sesak yang begitu sendu
Tak akan terasa jikalau Kau tak ingin merasa
Rindu bertemu jauh menyesakkan jiwa
Bak matahari ingin bertemu bintang
Tak akan bisa jikalau terang menyerang
Hanya bisa jikalau gerhana rindu
Itupun harus berjarak diruang yang sendu

Merangkai rindu tak semudah merangkai kata
Hanya ada Doa disetiap sujud di malam yang indah
Jangan tanya rindu ditengah isolasi raga dan jiwa
Karena tak akan ada temu ditengah Virus yang merajalela
Tahanlah rindumu yang begitu sesak kau rasa
Hingga waktu berkata : "Saatnya berpeluk mesra."


Limbung, 05 Mei 2020

Rabu, 13 Mei 2020

KETANGGUHAN KARAKTER YANG BELUM TERCAPAI, KATANYA!

KETANGGUHAN KARAKTER YANG BELUM TERCAPAI, KATANYA!

Syamsul Rijal - Akuntansi 018

“Sebenarnya ketangguhan karakter itu belum tercapai” ucap Prof. Hamdan Juhanis, selaku Rektor UINAM. Tulisan ini dimulai dengan mengutip perkataan dari Rektor UINAM dalam live forum dosen Makassar dilansir oleh tribun timur yang menuai banyak kontroversi. Berbeda dengan statement salah satu Dekan FTI UMI yang justru berpihak kepada mahasiswa dalam forum tersebut, meminta kebijakan radikal untuk menggratiskan atau mendiskonkan SPP  mahasiswa dan menghentikan kuliah online, namun dikatakan provokator oleh salah satu Rektor Perguruan Tinggi yang ada di kota Makassar.

Kemudian kita ketahui bersama, bahwasanya kondisi saat ini sangat dilematik akibat kehadiran virus corona yang menggegerkan seluruh dunia. Corona itu sendiri yakni virus jenis baru dari coronavirus yang menular antar manusia. Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara. Termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.

Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta himbauan untuk tetap di rumah saja guna menekan penyebaran virus ini. Hal ini tentunya berdampak pada dunia pendidikan. Sekolah dan Perguruan Tinggi terpaksa melakukan proses belajar mengajar Dalam Jaringan (daring) di rumah masing-masing atau sekarang kita kenal dengan istilah Kuliah Online.

Pada tanggal 6 April 2020, Kemenag RI mengeluarkan surat edaran tentang pengurangan SPP/UKT PTKIN akibat pandemi Covid-19. Namun pada tanggal 20 April, Kemenag RI kembali mengeluarkan surat edaran tentang pembatalan pengurangan SPP/UKT PTKIN. Kabar ini memberikan kekecewaan yang besar terhadap mahasiswa, yang pada awalnya sangat menanti hasil keputusan tersebut, namun akhirnya yang muncul hanyalah surat pembatalan keputusan yang dikeluarkan kemenag. Tentu saja mahasiswa merasa marah, kesal, dan muak. Tapi tak dapat dipungkiri ada saja yang bersikap pasrah dengan keadaan ini, sialnya ada juga yang berpikir "ah bodo amat itu urusan mereka".

Dalam menyikapi hal tersebut, mahasiswa beramai-ramai membuat propaganda media penolakan membayar UKT/BKT untuk semester selanjutnya. Dengan harapan UKT semester selanjutnya dapat digratiskan. Tuntutan itu beranjak dari berkurangnya pendapatan ekonomi orang tua mahasiswa, terlebih lagi sejak diberlakukannya PSBB. Apalagi orang tua mahasiswa yang bekerja hanya sebagai petani dan para orang tua yang di PHK akibat pandemi COVID-19.

Namun yang namanya birokrasi ya tetap saja birokrasi, monster otoriter yang lagi-lagi tidak pro terhadap mahasiswa (mungkin sebagian saja). Seperti pernyataan yang disampaikan Rektor UIN Alauddin Makassar dalam live forum dosen makassar mengatakan "dengan menuntut penurunan spp, menuntut kuota, itu membuktikan bahwa sebenarnya ketangguhan karakter itu belum tercapai". Lagi-lagi ini membuktikan bahwa nalar kritis seorang mahasiswa terus dibungkam. Lalu ketangguhan seperti apa yang dimaksud? Apa hanya dengan mengejar nilai A, IPK 4.0 dan selesai tepat waktu? Atau sebaliknya dengan memperjuangkan hak mahasiswa dapat dicap ketangguhan karakternya belum tercapai? Padahal realitanya mahasiswa membayar SPP tapi tidak menikmati fasilitas kampus adalah hal yang layak dipertanyakan!

Terlebih lagi, baru-baru ini kita digegerkan dengan peristiwa meninggalnya salah seorang mahasiswa asal Sinjai. Mahasiswa di salah satu kampus negeri di kota Makassar yang terjatuh dari lantai 2 masjid akibat mencari sinyal demi tugas kuliah online. Sebab di kampungnya sangat sulit didapatkan jaringan internet seluler. Kejadian tersebut menuai banyak pro kontra keefektifan terhadap kuliah online.

Dari semua problem serta tuntutan yang hadir, lalu ketangguhan mahasiswa semacam apa lagi yang bapak rektor inginkan? Apakah bapak merindukan kehadiran teriakan lantang mahasiswamu ini? (yang tidak kau gubris sama sekali).

Namun saat ini semoga apa yang kita perjuangkan tidak sia-sia. Semoga apa yang dituntut oleh mahasiswa dapat dipertimbangkan oleh para birokrasi, dan semoga kalimat "usaha tidak akan mengkhianati hasil" tidak hanya sekedar menjadi jargon saja.

Dan untuk teman-teman mahasiswa yang masih enggan bergabung dalam barisan perjuangan. Jangan hanya menjadi mahasiswa apatis yang menonton sejarah dan menikmati hasil dari perjuangan saudaramu, tapi jadilah mahasiswa yang terlibat dalam perjuangan.

HARI INI GERIMIS

Hari ini tidak ada matahari Dari langit mulai turun gerombolan air  Memandang dari tirai jendela kamarku Mengamatinya… Ah, gerimis! Aku masi...