KETANGGUHAN
KARAKTER YANG BELUM TERCAPAI,
KATANYA!
Syamsul Rijal - Akuntansi 018
“Sebenarnya ketangguhan karakter itu
belum tercapai” ucap Prof.
Hamdan Juhanis, selaku Rektor UINAM. Tulisan ini dimulai dengan
mengutip perkataan dari Rektor UINAM dalam live forum dosen
Makassar dilansir oleh tribun timur yang menuai banyak kontroversi. Berbeda dengan statement salah satu
Dekan FTI UMI yang justru berpihak kepada mahasiswa dalam
forum tersebut,
meminta kebijakan radikal untuk menggratiskan atau mendiskonkan SPP mahasiswa dan menghentikan kuliah online, namun dikatakan provokator oleh salah satu Rektor
Perguruan Tinggi yang ada di kota Makassar.
Kemudian
kita ketahui bersama, bahwasanya kondisi saat ini sangat dilematik akibat
kehadiran virus corona yang menggegerkan seluruh dunia. Corona itu sendiri
yakni virus jenis baru dari coronavirus yang menular antar manusia. Infeksi virus Corona
disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan di kota
Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat
dan telah menyebar ke hampir semua negara. Termasuk Indonesia, hanya
dalam waktu beberapa bulan.
Hal
tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown. Di Indonesia sendiri,
diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta
himbauan untuk tetap di rumah saja guna menekan penyebaran virus ini. Hal ini
tentunya berdampak pada dunia
pendidikan. Sekolah dan Perguruan Tinggi terpaksa melakukan proses belajar
mengajar Dalam Jaringan (daring) di rumah masing-masing
atau
sekarang kita kenal dengan istilah Kuliah Online.
Pada tanggal 6 April 2020, Kemenag
RI mengeluarkan surat edaran tentang pengurangan SPP/UKT PTKIN akibat pandemi
Covid-19. Namun pada tanggal 20 April, Kemenag RI kembali mengeluarkan surat edaran
tentang pembatalan pengurangan SPP/UKT PTKIN. Kabar ini memberikan
kekecewaan yang besar terhadap mahasiswa, yang pada awalnya sangat menanti hasil
keputusan tersebut, namun
akhirnya yang muncul hanyalah surat pembatalan keputusan yang dikeluarkan
kemenag. Tentu saja mahasiswa merasa marah, kesal, dan muak. Tapi tak dapat dipungkiri ada saja yang bersikap pasrah dengan keadaan
ini, sialnya ada juga yang berpikir "ah bodo amat itu urusan mereka".
Dalam
menyikapi hal tersebut, mahasiswa beramai-ramai membuat propaganda media
penolakan membayar UKT/BKT untuk semester selanjutnya. Dengan harapan UKT
semester selanjutnya dapat digratiskan. Tuntutan itu beranjak dari berkurangnya
pendapatan ekonomi orang tua mahasiswa, terlebih lagi sejak diberlakukannya
PSBB. Apalagi orang tua mahasiswa yang bekerja hanya sebagai petani dan para
orang tua yang di PHK akibat pandemi COVID-19.
Namun
yang
namanya birokrasi ya tetap
saja
birokrasi, monster otoriter yang
lagi-lagi tidak pro terhadap mahasiswa (mungkin sebagian saja). Seperti pernyataan yang
disampaikan Rektor UIN Alauddin Makassar dalam live forum dosen makassar mengatakan "dengan menuntut penurunan spp, menuntut kuota, itu membuktikan bahwa sebenarnya
ketangguhan karakter itu belum tercapai". Lagi-lagi ini membuktikan bahwa nalar kritis seorang mahasiswa
terus dibungkam. Lalu ketangguhan seperti apa yang dimaksud? Apa hanya dengan mengejar nilai A, IPK 4.0 dan selesai tepat waktu? Atau sebaliknya dengan memperjuangkan
hak mahasiswa dapat dicap ketangguhan karakternya belum tercapai? Padahal
realitanya mahasiswa membayar SPP tapi tidak menikmati fasilitas kampus adalah
hal yang layak dipertanyakan!
Terlebih
lagi, baru-baru
ini kita digegerkan dengan peristiwa meninggalnya salah seorang mahasiswa asal Sinjai. Mahasiswa di salah satu kampus negeri di
kota Makassar
yang terjatuh dari lantai 2
masjid akibat mencari sinyal
demi tugas kuliah online. Sebab di kampungnya sangat sulit didapatkan jaringan internet
seluler. Kejadian tersebut menuai banyak pro kontra
keefektifan terhadap kuliah online.
Dari
semua
problem serta tuntutan yang hadir, lalu ketangguhan mahasiswa semacam apa lagi
yang bapak rektor inginkan? Apakah bapak merindukan kehadiran teriakan lantang mahasiswamu ini?
(yang tidak kau gubris sama sekali).
Namun
saat ini semoga apa yang kita perjuangkan tidak sia-sia. Semoga apa yang
dituntut oleh mahasiswa dapat dipertimbangkan oleh para birokrasi, dan semoga kalimat "usaha
tidak akan mengkhianati hasil" tidak hanya sekedar menjadi jargon saja.
Dan
untuk teman-teman mahasiswa yang masih enggan bergabung dalam barisan
perjuangan. Jangan hanya menjadi mahasiswa apatis yang menonton sejarah dan
menikmati hasil dari perjuangan saudaramu, tapi jadilah mahasiswa yang terlibat
dalam perjuangan.
Penulis :
Syamsul Rijal
Editor : A.
Nadiyah Khaerani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar