Jumat, 22 Mei 2020

BAGAIMANA FLEKSIBILITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DI INDONESIA SAAT INI?

BAGAIMANA FLEKSIBILITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DI INDONESIA SAAT INI?

Dian Magfira-Akuntansi 019

Saat ini masyarakat kembali dikejutkan oleh isu terhadap kebijakan Pemerintah RI terkait kenaikan tarif BPJS kesehatan yang terbit pada selasa (12/5/20) lalu, yang berlangsung di tengah merebaknya Pandemi Covid-19.

Sebelumnya Pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan tarif BPJS yang tertuang dalam "Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2019 oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, kebijakan tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung. "Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung secara tegas membatalkan isi Pasal 4 ayat (1) dan (2) tentang  kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan".

Tak lama setelah kebijakan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung, pemerintah kembali menerbitkan " Peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan". Isi Perpres tersebut adalah kenaikan iuran BPJS kesehatan mulai Juli 2020.

Sepertinya pemerintah saat ini tidak melihat kondisi masyarakat akibat Pandemi Covid-19. Masyarakat kini mengalami krisis ekonomi ditambah lagi isu kenaikan tarif BPJS kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Menurut saya "Seharusnya pemerintah fokus dalam penanganan kasus Covid-19 yang menjadi beban masyarakat saat ini, tapi pemerintah malah sebaliknya, mengeluarkan suatu kebijakan yang sebenarnya telah menambah beban masyarakat oleh Peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2020".

Tidak hanya sampai pada persoalan BPJS kesehatan, saat ini pemerintah kembali menetapkan kebijakan yang dianggap kurang transparan dalam pembahasannya yaitu  Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada sidang Paripurna DPR-RI lalu, Selasa (12/5/2020).

Ada Beberapa Pasal yang tertuang dalam RUU Minerba yang menuai polemik dalam masyarakat yang akan saya bahas, dua diantaranya adalah Pertama Pasal 169A yang mengatur tentang perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), sebagaimana yang dimaksud pada pasal tersebut diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)  sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian. Dengan adanya aturan tersebut, pengusaha tambang dapat memperpanjang KK dan PKP2B tanpa perlu melakukan prosesi lelang, pemegang KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 kali perpanjangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), masing-masing paling lama selama 10 tahun.

Sehingga dengan adanya jaminan perizinan tersebut akan banyak korporasi yang akan melakukan perpanjangan perizinan yang baru. Salah satunya adalah PT Adaro yang akan melakukan perpanjang di awal tahun, selama 20 tahun kedepan dan itu merupakan haknya karna sesuai dengan UU Minerba yang baru.

Oleh sebab itu saya menganggap bahwa "UU Minerba yang baru ini lebih menguntungkan pada satu pihak saja, tanpa mengakomodasi sedikitpun dampak operasi pertambangan bagi lingkungan dan masyarakat. Sehingga degradasi alam terus terjadi dan memberikan peluang bagi perusahaan untuk tidak menyelesaikan reklamasi dari hasil penggalian lubang Batubara".

Kedua, pasal 162 dan 164 UU Minerba  dianggap dapat mengkriminalisasikan masyarakat yang melakukan penolakan terhadap kegiatan pertambangan. Pasal 162 menyatakan bahwa "setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan pertambangan dari pemegang IUP,IUPK dan IPR yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah). Sedangkan pada pasal 164 mengatur tentang penambahan sanksi tambahan bagi orang yang dimaksud dalam Pasal 162.

Sedikit kita menyinggung tentang penghapusan Pasal 165 Minerba, yang mengatur dan membahas mengenai sanksi bagi pihak yang memberikan IUP,IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba. Artinya rancangan ini lagi-lagi membuka peluang timbulnya tindakan Korupsi dalam proses pengeluaran perizinan, karena Undang-Undang tentang pemberian sanksi itu kemudian dinegasikan. Dimana pada UU Minerba yang lama mengatur tentang pemberian sanksi yaitu di penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) dan Pasal ini juga dapat mencegah terjadinya tindakan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme(KKN) dalam hal perizinan.

Jadi jelas bahwasanya " RUU Minerba yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) sangat tidak wajar, apalagi proses penyelesaiannya terbilang cepat dan di samping itu banyak menuai polemik serta mengakomodasi kepentingan korporasi yang akan beroperasi di Indonesia.

Oleh karna itu, saya menganggap bahwa "Di tengah Pandemi Covid-19 yang menjadi persoalan umum saat ini,  dimana kebijakan  pemerintah serta kontribusi ekonomi itu sangat dibutuhkan bagi kalangan masyarakat, khususnya kalang tidak mampu/ yang membutuhkan. Namun saat ini saya melihat bahwa pemerintah kurang bijak dalam mengatasi kasus ini, dikarenakan banyak kontribusi yang dibagikan oleh pemerintah daerah itu tidak merata, seharusnya inilah yang kemudian menjadi suatu persoalan yang harus ditangani oleh pemerintah. Tapi, saat ini pemerintah malah sibuk-sibuknya menyelesaikan pembahasan dan mensahkan suatu Rancangan Undang-Undang yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan beban bagi kalangan masyarakat luas.

Apakah pemerintah memanfaatkan situasi saat ini dalam upaya mensahkan RUU? ataukah pemerintah ingin agar  pembahasan ini dilakukan secara tertutup? agar proses pembahasan RUU  itu kemudian tidak menuai hambatan atau demonstrasi dari beberapa kalangan, utamanya kalangan mahasiswa, sehingga pemerintah dapat mengakomodasi kepentingan perusahaan dan menetapkan kebijakan yang membebani masyarakat.


Penulis   : Dian Magfira
Editor  : A.Afiyah Nafisah Barokah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HARI INI GERIMIS

Hari ini tidak ada matahari Dari langit mulai turun gerombolan air  Memandang dari tirai jendela kamarku Mengamatinya… Ah, gerimis! Aku masi...