Jumat, 13 November 2020

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI COVID-19

"Kebijakan Insentif Pajak di Masa Pandemi Covid-19"

Romi Sopal - Ilmu Ekonomi

Bagi masyarakat dunia, tahun 2020 merupakan tahun yang sulit termasuk juga Indonesia. pandemi Covid-19 berdampak sangat besar pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama di bidang kesehatan dan ekonomi. Di aspek kesehatan, kita sering menerima kabar buruk setiap hari. Meskipun di sisi lain, jumlah orang yang pulih juga meningkat, namun jumlah WNI yang terpapar Covid-19 semakin banyak.

Selama pandemi ini, perekonomian masyarakat juga terkena dampaknya, dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat. Banyak pelaku UMKM yang hampir kehilangan usahanya setiap hari, dan banyak pula para pekerja yang di PHK, yang menyebabkan meningkatnya tingkat pengangguran. Dan pada tahun ini pula kemungkinan tidak akan mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% dan tingkat inflasi 3,1% yang ditetapkan oleh pemerintah di awal tahun.

Jelas target itu tidak akan terjadi pada tahun ini. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lambat, salah satunya di bidang perpajakan. Menurut PBB, insentif perpajakan adalah tentang persaingan pajak dan bagaimana suatu negara dapat menarik investasi agar tidak mengalir ke negara lain. Persaingan untuk menarik penanaman modal asing berbeda-beda tergantung pada alasan penanaman modal itu sendiri. Oleh karena itu, efektivitas insentif pajak sangat bergantung pada jenis investasi yang dilakukan, apakah investasi tersebut ditujukan untuk mengembangkan sumber daya alam (mencari sumber daya), mempromosikan penjualan atau produksi produk di pasar tertentu (mencari pasar) atau alasan lain. Alasan investasi investor akan menentukan apakah insentif pajak menarik di suatu negara. Bentuk investasi yang berbeda juga berlaku, karena setiap bentuk investasi menanggapi pajak secara berbeda.

 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020 yang mengatur tentang pemberian insentif perpajakan bagi wajib pajak yang terkena dampak akibat wabah  Covid-19. Pemberian insentif  tersebut  merupakan respon pemerintah terhadap perekonomian wajib pajak yang merosot tajam akibat pandemi. Sesuai aturan, pemerintah memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh).

Pertama, insentif terhadap pajak pertambahan nilai (PPN) tidak diadakan , dan pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung oleh pemerintah (PPN DTP). Hal tersebut diharapkan dapat memberikan rangsangan bagi dunia usaha yang terkena pandemi ini. Kedua, pihak importir juga dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor atau pembelian barang yang digunakan untuk menangani wabah Covid-19.

Kemudian, untuk wajib pajak badan dan bentuk usaha tetap (BUT) dalam negeri dibebaskan dari Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh). selanjutnya, bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang mendapat santunan dalam hal tertentu sebagai santunan atas pelayanan yang dibutuhkan dalam menangani pandemi Covid-19 dikecualikan dari Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh).

Insentif diberikan untuk jangka waktu enam bulan dari April 2020 hingga September 2020. Artinya, setelah berlakunya peraturan ini, SPT yang diajukan untuk periode April 2020 hingga September 2020 akan mulai diberikan insentif kepada Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

Selain itu, menanggapi terganggunya rantai pasokan domestik akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi global dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah juga telah memberikan insentif kepada perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan  kemudahan untuk mengimpor kepada negara tujuan ekspor (KITE) berdasarkan PMK No. 31/PMK.04/2020 Seputar insentif lainnya bagi penerima fasilitas di kawasan berikat dan  kemudahan untuk mengimpor kepada negara tujuan ekspor guna menangani bencana penyakit virus corona (Coronavirus disease 2019 / Covid-19)

Kebijakan fiskal pemerintah yang memberikan insentif di bidang perpajakan diharapkan dapat memulihkan kondisi perekonomian masyarakat secepatnya. Meskipun kebijakan ini juga memiliki “efek samping” untuk mengurangi pendapatan melalui pajak nasional. Efek samping lainnya adalah dapat meningkatkan hutang pemerintah. Namun yang pasti kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat lebih penting. Pertanyaannya sekarang, apakah kebijakan tersebut efektif?

Diantara beberapa ilmu makroekonomi yang saya analisis, terdapat teori yang berkaitan dengan kondisi perekonomian di Indonesia saat ini yang dikemukakan oleh seorang ekonom bernama John Maynard Keynes. Teori ini dinamakan Model Keynesian, yang menunjukkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi suatu negara disebabkan oleh permintaan agregat yang rendah, yang menyebabkan penurunan pendapatan nasional. Dengan meningkatkan permintaan agregat, ekonomi suatu negara dapat pulih dengan cepat.

Lalu bagaimana cara meningkatkan permintaan agregat ? Salah satu cara cepat yang dapat diambil suatu negara adalah dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan mengurangi pajak. Peningkatan belanja pemerintah dapat dicapai dengan memberikan subsidi dan bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena pandemi, sekaligus menurunkan penerimaan pajak dengan memberikan insentif pajak kepada wajib pajak. Peningkatan pengeluaran pemerintah dan penurunan perpajakan akan meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga mendorong peningkatan pengeluaran rumah tangga dan pertumbuhan perekonomian nasional.

Berdasarkan data, pengeluaran konsumsi rumah tangga pada produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II tahun 2019 mencapai Rp 221,3 triliun. Dengan nilai tersebut, konsumsi rumah tangga masih memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian nasional, melebihi 55% dari PDB. Ini menjadi instrumen penting bagi pemerintah dalam menangani pertumbuhan ekonomi yang melambat. Oleh karena itu, dengan adanya insentif pajak diharapkan dapat memicu meningkatnya tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga. 


Penulis : Romi Sopal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HARI INI GERIMIS

Hari ini tidak ada matahari Dari langit mulai turun gerombolan air  Memandang dari tirai jendela kamarku Mengamatinya… Ah, gerimis! Aku masi...