RASISME; Putih Ajaib, Hitam Eksotis.
Sahrul Ramadan - Akuntansi 017 |
Setiap warna memiliki
makna, baik itu dalam lingkup keagamaan, sosial, dan budaya. Warna dapat kita
artikan sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan ataupaun segala luapan
emosi seseorang.
Dalam konteks
keagamaan warna seringkali diaplikasikan dengan simbolis. Dalam islam sendiri,
warna putih dan hitam adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Putih acap
kali dikaitkan dengan sesuatu yang baik, murni, dan suci. Berbeda dengan halnya
hitam yang sering kali dikaitkan ataupun dipandang dengan sesuatu yang buruk,
gelap, dan sesuatu yang memiliki stigma negatif. Hukum warna dalam islam itu
sendiri bersifat mubah alias netral.
Dari kecil bahkan
hingga saat ini stasiun TV swasta sering kali memperlihatkan ataupun
memampilkan sebuah drama, yang dimana terdiri dari dua buah tokoh yang berperan
penting yakni pratagonis dan antagonis atau si putih dan si hitam yang selalu
memiliki sifat oposisi. Mereka sering kali berkonflik baik secara fisik maupun
secara psikis. Dari sinilah masyarakat secara tidak sadar terkonstruk paradigma
mereka tentang adanya kelas si penindas dan si tertindas.
Perbedaan warna
sering kali terjadi, dan bahkan menjadi sebuah permasalahan dalam lingkungan
masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan kelas atas dan kelas bawah yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat biasayan identik dengan warna. Ya,
lagi-lagi rasisme permasalahannya.
Rasisme secara
singkat dapat kita artikan sebagai sebuah paham yang menyatakan bahwa satu ras
lebih tinggi dengan ras lainnya. Rasisme bagaikan sebuah penyakit kanker yang
terus menjalari peradaban umat manusia. Dalam lingkungan masyarakat rasisme
sering tampil sebagai bentuk kebencian terhadap orang lain, karna memiliki
perbedaan warna kulit, bahasa dan budaya. Pelaku rasisme bukan hanya
memperlihatkan kebenciannya dalam bentuk fisik melainkan secara lisan yang
dapat menjatuhkan korbannya dari segi fisik maupun mental.
Akibatnya, Rasisme sering menjadi bahan bakar terciptanya perang,
konflik berdarah, pembantaian, perbudakan dan lebih parahnya lagi tak dianggap
sebagai manusia.
Memiliki wajah yang
cantik dan ganteng, berkulit putih mulus adalah dambaan umum tiap perempuan dan
laki-laki. Banyak diantara kita yang tidak segan melakukan segala cara dan
upaya untuk bisa masuk dalam ketagori cantik dan ganteng agar bisa berkamuflase
dilingkungan sosial.
Adanya standarisasi,
atau tatanan sistem yang dibuat oleh masyarakat memaksa tiap orang mengeluarkan
uang lebih hanya untuk mendapatkan pengakuan dari khalayak banyak. " Kok
kamu cantik/ganteng banget sih, kamu beda ya?, yang dulunya butek, keruh, hitam
legam sekrang terlihat bercerah". Siapa sangka, hanya dengan
mengandalkan beberapa kata dengan tambahan garam dapat membuat wajah seseorang
menjadi merah tersipu malu, senang bahkan bangga dengan hasil pencapaiannya.
Media memiliki peran
penting untuk mendukung sistem yang telah lama mendarah daging dalam tatanan
sosial masyarakat. Media pertelevisian menjadi media pilihan utama bagi
sebagian besar penduduk Indonesia, yang rata-rata menghabiskan waktu 4,5 jam
setiap harinya untuk menonton televisi, dan hampir semua rumah tangga kelas menengah
mempunyai televisi.
Program televisi
paling diminati oleh rumah tangga kelas menengah di Indonesia yang biasa
ditonton setiap harinya, adalah olahraga, disusul dengan seri drama dan
jenis-jenis program hiburan lainnya, dan disetiap serial yang kita ikuti
terdapat sela-sela iklan didalamnya, yang rata-rata memiliki durasi 10-15 menit
perharinya. Lagi-lagi iklan yang dimaksudkan disini tentunya tidak serta merta
bersifat edukasi, melainkan hanya bersifat sebagai pemuas hasrat
semata.
Produk pemutih kulit
dan pelurus rambut adalah salah satu produk yang paling dominan
ditampilkan, dengan mengandalakan orang yang cukup familiar
dikalangan masyarakat, seperti mbak Anggun dan Maudy Ayunda, yang
memang memilki background paras rupa yang cantik, berkulit putih mulus, dan
berambut nan lurus. Akan tetapi, apakah produk diatas akan berlaku
juga dengan orang-orang yang memilki gen berkulit hitam dan berambut kriting
yang bahkan menjadi ciri khas dari sebuah keluarga, kelompok, ataupun ras yang
berbeda? Nyatanya, kapitalisme tidak akan pernah berjalan ketika anda tidak
memiliki Rasisme.
Definisi cantik dan
genteng yang berlaku di sebuah wilayah atau negara ini, tentunya tidak berlaku
dibeberapa negara lainnya. Cantiknya orang suku Apatani (India), tak sama
dengan cantiknya wanita suku Mursi (Ethiopia), sama halnya dengan suku Dayak
(Kalimantan), yang tak sama dengan standarisasi daerah-daerah lainnya di
Indonesia. Cantik tak selamanya identik dengan warna putih, berwajah mulus,
berambut lurus, tinggi, mancung. Cobalah kita berkiblat pemenang
Miss Universe 2019, Zozibini Tonsi (Afrika Selatan), yang mewarisi kulit hitam.
Zozibini Tonsi berhasil mengalahkan 90 peserta delegasi tiap negara lainnya,
seperti Madison Anderson (Puerto Riko), dan Sofia Aragon (Meksiko),
yang hanya menempati posisi kedua dan ketiga. Dimana dia mewarisi kulit putih,
tinggi, dan hidung mancung.
Rasisme, perbedaan
warna kulit, budaya, bahkan keyakinan sudah menjadi virus didalam
tubuh masyarakat, yang siap menular ketubuh yang satu dengan tubuh
lainnya, tak kenal siapa orangnya dan bisa saja kalian adalah korban ataupun
malah menjadi pelaku.
Beberapa hari yang
lalu, dunia digemparkan dan berduka atas meninggalnya George Floyd keturunan
Afrika-Amerika yang meregang nyawa diatas lutut seorang polisi dan menjadi
korban atas kejamnya rasisme. Selain di Amerika, meninggalnya Floyd memicu
protes dibeberapa negara bagian seperti, Jerman, Italia, Kanada dan negara
lainnya.
Kasus atas meninggal
Goerge Floyd adalah satu dari sekian banyaknya kasus rasisme yang ada didunia.
Sama halnya dengan kasus diskriminasi yang didapatkan oleh orang berkulit hitam
dari Afrika di China yang mengakibatkan pengusiran warga china dari beberapa
negara di Afrika sebagai bentuk balasan, atau kasus politik apartheid yang
rasis di Afrika Selatan, dimana tatkala kulit putih eropa berkuasa, maka selama
berpuluh puluh tahun warga berkukit hitam menjadi warga negara kelas dua dan
bahkan terpinggirkan, yang pada akhirnya melahirkan balasan yang sama tatkala
warga negara berkukit hitam berkuasa dibawah naungan Nelson Mandela. Atau
bagaimana kasus Rasisme dan diskriminasi yang didapatkan orang papua dibeberapa
daerah diIndonesia, yang dihakimi, dihujati dengan kata-kata makian
dan cacian, dikepung dan bahkan diancam sebagai teroris bersenjata. Kulit hitam
berambut keriting kalian usir dirumah sendiri, dan diasingkan seakan akan
dianggap aib didalam tatanan masyarakat. Sedangkan sumber daya alam mereka
kalian kerot untuk menghidupi jawa dan sekitarnya, pendidikan mereka
dibatasi agar mereka tetap diam terborgol dalam kebodohan.
Berapa banyak
pelanggaran rasis tanpa ada solusi tuntas? Begitulah ketidakadilan, yang kadang
melahirkan pembalasan dan ketidakadilan yang baru, jangan adalagi ketidakadilan
yang di pertontonkan dan sisakan sedikit toleransi untuk kemanusiaan. Sudah
saatnya kita mengakhiri semua itu, karna kita semua sama yang tak memilki kuasa
untuk meminta ke Tuhan dilahirkan dengan warna kulit seperti apa, dari rahim
siapa dan dalam keadaan kondisi seperti apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar