BERTANI RINDU DI LADANG SEMU
saat awan
sungkan menampakkan rembulan,
ada tangis
bersembunyi di pekatnya malam
riuh
tahlil kian menyiratkan kesunyian,
Memaksa
kisah segera dikhatamkan
Jari
bergetar tubuh gemetar
hening
berkoar angin menampar
pelayat
bergilir memadati selasar
menepuki
Pundak memaksaku tegar
Tahan sebentar..
Izinkan waktu memulihkan tubuh yang gemetar
Menyisih
dari ramai, menyusuri jenggala memori
Menatap kejamnya
hujan meninggalkan awan
Menjatuhkan
rintik membasahi rerumputan
Biarlah..
Biarlah azalea liar merambat
Menebar sabar mengenalkan
bahasa ikhlas yang amat hangat
Hembusan lembut mengusik khayalku,
mengusir bayangmu
Oh kejamnya
rindu di ladang semu
Jika Bertani rindu yang berharap temu,
ini bukan ladangmu!
Kawanku telah nyenyak
dalam peniduran akhir yang sudah tentu
Pijakan tak lagi kokoh dengan raga lesu
dan tatap ambigu
Senyum tak lagi kuasa menirai
perihnya sayatan sembilu
Tak siap dengan belantara rindu
yang enggan beranjak dari kalbu
Aku tahu ….
tak pantas
pilu mengiring ragamu yang riang
Bait rindu
selalu kuselipkan
Di kafilah
doa yang terus kulangitkan
Bentala kan menyambutmu
diperutnya yang lapang
Selamat
jalan kawan.. dariku yang ditinggalkan
Karya : Indah, Sulawesi Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar